Polar
Elaine Moss. Buku Cerita Kami.By : Norman Athena (Inspirasi Pidi Baiq)
1
“Hai Bona. Aku
disini baik baik saja dan doakan aku mendapat perguruan tinggi yang terbaik ya
! Langit Jakarta nampaknya agak mendung hari ini. Semoga kamu sehat sehat
disana”
Ini adalah surat
terakhir yang aku tulis kepadanya sebelum melaksanakan UNMPTN tahun 1995.
Namaku Renata Kiyanadira Nugroho dan itu surat untuk teman lamaku Bona. Jakarta
saat itu tidak seperti sekarang yang sudah sesak karena kuda baja dan
semacamnya. Aku memang sudah jenuh akan buku-buku yang kubaca setiap hari untuk
persiapan ujian tersebut.
Oleh karenanya aku sangat senang apabila Bona mengirimku surat. Oh iya, Bona
adalah seorang yang ku kenal ketika aku masih baru memasuki SMA. Dulu di salah
satu toko buku di Jakarta aku mengenalnya ketika menghadiri bedah buku Polar
oleh penulisnya Elaine Moss.
Bona memang aneh waktu itu. Aku duduk disebelahnya saat Elaine Moss mulai
menjelaskan bukunya. “Madre suka buku kak Elaine. Kamu juga suka ya?” Ujar Bona
sambil berbisik ke telinga ku.
Hari itu aneh. Tapi dari sanalah aku mulai mengenalnya. Maklum saja, buku Polar
karya kak Elaine memang menarik. Di dalamnya terdapat cerita anak kecil dengan
gambar yang tidak biasa. Kalian boleh mencarinya bila kalian mau.
Jakarta, 1 Desember 1994
2
Aku
tinggal bersama Ayah, Bunda dan adikku Aurora. Ayahku adalan seorang pilot.
Bapak Nugroho memang sangat gagah dan sangat bijaksana dalam mengayomi
keluarga. Alhasil aku, bunda dan Aurora merasa sangat nyaman tinggal disini.
Aku
tinggal bersama Ayah, Bunda dan adikku Aurora. Ayahku adalan seorang pilot.
Bapak Nugroho memang sangat gagah dan sangat bijaksana dalam mengayomi
keluarga. Alhasil aku, bunda dan Aurora merasa sangat nyaman tinggal disini.
Hari ini sepucuk surat
tergeletak di meja belajarku. “Itu ada surat buat kamu. Dari Bona mungkin.”
Kata Bunda. Semua orang dirumah ku memang sudah biasa dengan datangnya pak pos
di akhir pekan. Aku pun segera membuka surat itu setelah aku berganti baju dan
membereskan tas sekolah ku.
“Iya ,Pasti aku doakan Ren ! Tidak apa apa langit mendung tapi pikiran mu
jangan ya, hehe. Aku sehat. Kamu Sehat juga kan? . . . ”
Surat dari Bona memang aneh tapi aku sangat senang entah mengapa. Mungkin
karena dia selalu memberiku semangat. Maklum saja, kami tidak pernah bertemu
sejak SMP karena dia tinggal di Bandung. Namanya Bona Madre Tahitoe. Dia 1
tahun diatasku dan saat ini dia sudah kuliah di ITB. Aku lupa jurusannya,
Mungkin Teknik mesin.
Jakarta, 1 Desember 1994
3
Pagi
itu sekolah ku terbilang sangat sepi. Budi Utomo sunyi sekali saat itu. Aku
hanya membayangkan apabila sunyi ini adalah pertanda.
Pagi
itu sekolah ku terbilang sangat sepi. Budi Utomo sunyi sekali saat itu. Aku
hanya membayangkan apabila sunyi ini adalah pertanda.
"Gimana
ya nanti? Tenang Renata tenang"Gumanku. Aku memang takut. Takut
mengecewakan mereka. Dan semua.Surat kabar . UNMPTN memang diumumkan di
surat kabar. Pikiran Rakyat seperti hasil tinta belajarku selama
ini. Aku berjalan keluar kamar dengan rasa bimbang saat itu. Nampak
bahagia sekolah berakhir namun enggan menerima hasil nya.“Bagaimana hasilnya
Ren? Bunda doakan yang terbaik ya” Kata bunda saat melihatku menunggu surat
kabar datang pagi itu."Hmm, iya bunda. Amin deh bunda", Jawabku.
“Koran Koran !”. Terdengar sahut samar samar dari halaman.Aku segera menuju
halaman rumah. Halaman rumahku cukup luas. Ku lihat lelaki dengan sepeda tua
melemparkan surat kabar. Aku pun bergegas mengambilnya.Banyak sekali berita
dihalaman depan saat itu. Isinya saja tentang Amerika, apalagi kalau bukan
Piala Dunia."UNMPTN. Mana sih kolom UNMPTN?" Pikirku.Sudah langsung
saja pada intinya. Aku muak mendramatisir adegan ini supaya kalian terbawa.Dan
hasilnya aku berhasil masuk PTN yang aku impikan yaitu UNPAD jurusan psikologi.
1 Juli 1995 pukul 06.45 adalah sejarah baru yang sederhana bagiku. Terima kasih
ayah dan bunda.Bandung kota kembang yang cantik. Disanalah labuhan mimpiku
selanjutnya. Berjumpa dengan Madre juga salah satunya.
Oh iya, Madre itu sama dengan Bona . Bedanya Bona itu panggilan dekat. Malam
ini tidurku pasti nyenyak. Terima kasih Jakarta dan terima kasih sekolah
tercinta Budi Utomo.
Jakarta, 1 Juli 1995
4
“Bon, terima kasih
ya ! Aku diterima di UNPAD. Jurusan Psikologi loh ! Aku semakin sehat disini
karena hari itu, hari bahagia. Mungkin kita bisa bertemu di sana. Aku menanti.”
Ini
adalah surat pertama yang kutulis pagi ini. Selasa pagi yang indah
rasanya.Kegiatan ku masih sepi hari ini karena tinggal mengikuti pendaftaran
saja dan memasukkan berkas-berkas.
Beberapa hari berlalu bunda mengajakku ke Bandung untuk mengunjungi kampus baru
ku. Senangnya bukan main. Namun aku bingung. Aku ingin mengabari Bona lewat
nomor telepon rumahnya tapi aku takut biayanya mahal. Kalau kata orang tua,
dulu itu memang sulit memang benar. Hanya sedikit yang mempunyai Telepon
genggam. Telepon umum dan Pager lebih popular.
“Panther milik ayah siap
melaju” kata ayah kepadaku saat sedang memanaskan mobilnya. “Rena senang yah
bisa ke Bandung. Belum pernah soalnya !” Lanjutku dengan semangat. Bunda
dan ayah nampak senang sekali melihatkan sesemangat ini.
“Iya tapi kamu juga hati-hati nanti di Bandung. Kamu sendiri lho disini” Kata
Bunda. "Iya bunda iya. Rena kan udah gede. Bisa jaga diri hehe."
Ucapku.Berangkatlah kami menuju Bandung yang sunyi, sejuk, sepi.
Bandung. 2 Juli 1995
Selamat malam Polar Elaine Moss.
5
Jakarta - Puncak -
Cianjur - Cimahi - Bandung. Dulu belum ada Tol kapur itu. Nostalgia memang
membahagiakan.Aku jadi ingat, dulu jalan jalan puncak masih ramai. Toko mainan
jadul juga masih laku sekali. Indah sekali saat itu. Truk mainan, celengan
ayam. Semua masih nampak sederhana.
6 jam waktu perjalanan kami habiskan dengan bercerita tentang kehidupan
bersama.
Tidak terasa rintik hujan sudah mulai reda dan Bandung kota kembang nan cantik
sudah semakin dekat. Dago adalah tujuan pertama kami saat ini. Aku ingat
pertama kali mencari indekos. Cisitu lama adalah daerah kos ku yang cukup ramai
dari dulu,. Atau mungkin sampai sekarang.Kamar kos ku cukup luas dan suasananya
pun sejuk. Setelah aku mendapat kos baru, kami segera menuju kampus baruku di
daerag dago. Kampus psikologi yang aku damba-dambakan. Senang sekali rasanya
aku bisa mengunjunginya. Tidak seperti Jakarta, Bandung mempunyai banyak sekali
tempat rindang. Pohon-pohon begitu banyak. Sambil melihat-lihat kampus baru,
tiba-tiba bunda berkata, "Ren, gimana kalau kamu langsung tinggal di
kos sekarang?
Nanti kita belibaju dulu seadanya buat kamu. Supaya kamu
bisa mengenal teman kos dan suasana baru".
Bandung, 7 Juli 1995
6
Aku hanya bisa masuk
kedalam kos dengan keadaan kesal. Sambil kutenteng tas belanjaanku dengan
keperluanku didalamnya, aku membuka kamar kos ku.
Tapi sebelum masuk
ada yang memukul bahuku.
"Heh, anak baru
ya? Sama dong", Ucapnya.
Aku sungguh kaget
sampai barang bawaan ku terjatuh.
"Tuh kan,
berantakan semua jadinya. Buku ku juga sampau jatuh. Kamu siapa sih tiba tiba
ngagerin aku?", Kataku.
Dengan nada kesal
aku berusaha mengambil buku kesayanganku. Aku agak heran dengan perempuan ini.
Bukannya minta maaf, dia malah berusaha melihat buku ku. Kalian pasti tahu,
buku Polar itu.
"Maaf, aku
semangat banget soalnya. Aku mahasiswa baru juga tapi datang ke Bandung terlalu
cepat."
Aku rasa dia orang
luar pulau mungkin karena nada bicaranya juga sedikit aneh. Sepertinya logat
Minang.
Setelah menjawab
kata-kataku, ia segera membantuku merapikan barangku yang terjatuh.
"Kenalin, aku
Andita Amalia. Panggil aja Dita. Aku kos dikamar sebelah. Maaf tiba-tiba
ngagetin ya soalnya kosan masih sepi. Jadi begitu tahu kamu stay beberapa hari,
aku langsung seneng. Jadi reflek deh, hehe."
"Iya dimaafin
tapi jangan gitu dong caranya. Oh iya aku Renata. Terserah mau panggil apa.
Udah dulu ya, aku mau masuk kamar. Beres-beres" Kataku.
Dia hanya diam dan
pergi tapi wajahnya nampak senang. Aku pun masuk dengan wajah agak gembira. Aku
sudah punya teman pertamaku di Bandung walaupun agak aneh pikirku.
Oh iya, di SMA aku
agak atau sangat pendiam, jadi sedikit sekali punya teman.
Ini adalah satu
peningkatan besar dengan mendapat teman di hari pertama pindah.
Kamarku sudah rapi
dan sudah mulai layak untuk ditempati dan masalah lain muncul. "Apa yang
aku lakukan setelah ini?" pikirku.
Memang bagi anak
kosan yang baru pindah terutama wanita, hal ini merupakan sesuatu yang berat.
Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada ayah bunda, tidak ada teman dan yang ada hanya
suasana baru dan orang-orang asing. Saat itu mungkin pertama kalinya aku juga
merindukan adikku yang menyebalkan, Aurora. Kehidupan baruku dimulai saay ini.
Bandung, 7 Juli 1995
7
"Jangan bunda. Aku takut disini enggak ada siapa-siapa""Gapapa Ren, biar kamu tahu lingkungan". Aku kira ayah akan menyuruhku ikut pulang rtapi ternyata sama saja. "Bagus saran bunda kamu Ren. Supaya banyak temanm, ayah setuju saja" Aku hanya menggerutu sepanjang jalan.Ayah bunda terlihat senang meninggalkan ku disini. Aurora cuma tertawa saja melihat muka ku yang sudah cemberut ini. Setelah membelikan beberapa baju dan makan malam, aku diantar menuju ke kosan. "Bunda pulang dulu ya Ren. Seminggu lagi Bunda sama ayah mampir lagi ya" Kata bunda."Kakak, makanya jangan nakal. diusir kan dari rumah sama bunda. Hehe" Kata Aurora dengan polosAku hanya memasang raut wajah kesal saat itu. Semakin kesal ketika melihat mereka menaiki mobil dan pergi menjauh. "Apa yang harus aku lakukan setelah ini?" Dalam hatiku.
To be continued